Senin, 25 Juni 2012

Kunjungan Museum Sebagai Media Belajar tentang Sejarah

siswa di kraton jogja
Untuk menunjang prestasi belajar dan member kepahaman yang mudah dalam pelajaran sejarah  SMP N 1 Dlingo mengadakan kunjungan ke Kraton Yogyakarta, Museum Sonobudoyo dan Musium Dirgantara. siswa SMP kelas 7 ini melakukan tur untuk mengelan benda-benda peninggalan Kerajaan Yogyakarta yang bersejarah. Kegiatan ini sekaligus menjadi rekreasi para siswa dalam mempelajari sejarah. 
Di samping itu bertujuan agar siswa lebih kongkrit dalam belajar sejarah, jadi tidak semata-mata membaca, tapi mereka bisa melihat langsung yang mereka pelajari di buku. Lebih kongkrit. Sesuai dengan pembelajaran yang ada tentang sejarah lokal  Jogja yang dipelajari di sekolahan. 

1. Kraton Yogyakarta

Siswa menerima penjelasan
Keraton Yogyakarta dibangun pada tahun 1756 Masehi (beberapa bulan setelah Perjanjian Giyanti yang dilaksanakan pada 13 Februari 1755) atau tahun Jawa 1682 oleh Pangeran Mangkubumi Sukowati yang memiliki gelar Sri Sultan Hamengku Buwono I.
Sebelum menempati Kraton Yogyakarta yang ada saat ini, Sri Sultan Hamengku Buwono I atau Sri Sultan Hemengku Buwono Senopati Ingalogo Ngabdulrahman Sayidin Panotogomo Kalifatullah tinggal di Ambar Ketawang Gamping, Sleman. Lima kilometer di sebelah barat Kraton Yogyakarta.
Pada awalnya, ada beberapa versi, lokasi Keraton Yogyakarta adalah bekas pesanggrahan yang bernama Garjitawati. Fungsi Pesanggrahan Garjitawati adalah tempat peristirahatan iring-iringan jenazah raja-raja Mataram (Kartasura dan Surakarta) yang akan dimakamkan di Makam Imogiri.
Sedangkan versi lain menyebutkan bahwa lokasi Keraton Yogyakarta adalah sebuah mata air yang bernama Umbul Pacethokan, terletak di tengah hutan Beringan.
Dari Ambar Ketawang Ngarso Dalem menentukan ibukota Kerajaan Mataram di Desa Pacetokan. Sebuah wilayah yang diapit dua sungai yaitu sungai Winongo dan Code. Lokasi ini berada dalam satu garis imajiner Laut Selatan, Krapyak, Kraton, dan Gunung Merapi.


Raja yang Berkuasa di Keraton Yogyakarta


Sri Sultan Hamengku Buwono I (GRM Sujono) memerintah pada tahun 1755-1792. Sri Sultan Hamengku Buwono II (GRM Sundoro) memerintah pada tahun 1792-1812. Sri Sultan Hamengku Buwono III (GRM Surojo) memimpin pada tahun 1812-1814.


Sri Sultan Hamengku Buwono IV (GRM Ibnu Djarot) memerintah pada tahun 1814-1823. Sri Sultan Hamengku Buwono V (GRM Gathot Menol) memerintah pada tahun 1823-1855. Sri Sultan Hamengku Buwono VI (GRM Mustojo) memerintah pada tahun 1855-1877. Sri Sultan Hamengku Buwono VII (GRM Murtedjo) memerintah pada tahun 1877-1921.



Sri Sultan Hamengku Buwono VIII (GRM Sudjadi) memerintah pada tahun 1921-1939. Sri Sultan Hamengku Buwono IX (GRM Dorojatun) memimpin pada tahun 1940-1988. Sri Sultan Hamengku Buwono X (GRM Hardjuno Darpito) memimpin tahun 1989 hingga saat ini.


2. Musium Sonobudoyo

Museum Sonobudoyo adalah museum sejarah dan kebudayaan Jawa, termasuk bangunan arsitektur klasik Jawa. Museum ini menyimpan koleksi mengenai budaya dan sejarah Jawa yang dianggap paling lengkap setelah Museum Nasional Republik Indonesia di Jakarta. Selain keramik pada zaman Neolitik dan patung perunggu dari abad ke-8, museum ini juga menyimpan beberapa macam bentuk wayang kulit, berbagai senjata kuno (termasuk keris), dan topeng Jawa.
Suasana di Musium Sonobudoyo
Benda pertama yang akan dijumpai berkaitan dengan keris adalah wesi budha, merupakan bahan baku pembuatan keris yang digunakan sekitar tahun 700-an Masehi, atau di jaman kejayaan Kerajaan Mataram Hindu. Wesi Budha tersebut bisa dilihat du ruangan tengah yang menyimpan sejumlah koleksi dari kejayaan peradaban Budha di Indonesia. Bersama wesi budha, tersimpan pula beragam peralatan rumah tangga, persenjataan dan kerajinan dari masa yang sama.

Fosil Museum Sonobudoyo
Masuk lebih ke dalam, anda bisa melihat beberapa koleksi keris, meski dalam jumlah yang relatif terbatas. Beberapa keris yang dipasang merupakan keris lurus, keris luk (secara sederhana merupakan tonjolan yang ada di sisi kanan dan kiri keris) 7, keris luk 11 dan keris luk 13. Umumnya, keris yang disimpan pada ruangan pameran yang bisa dilihat umum ini merupakan keris dari Jawa. Bersama koleksi keris itu, disimpan pula kain batik dengan beragam motif.

Koleksi keris yang lebih lengkap bisa dijumpai di ruang koleksi, berada di belakang ruang perpustakaan museum. Menurut penuturan petugas museum pada YogYES, ruang koleksi tersebut menyimpan beragam keris dari berbagai penjuru nusantara, koleksi aksesoris seperti pendok dari Yogyakarta dan Solo dan tangkai keris. Koleksi lebih banyak berasal dari luar Yogyakarta, sebab konon ada larangan untuk mengoleksi keris Yogyakarta melebihi koleksi Kraton.

Keris-keris Jawa yang disimpan berupa keris luk 7, 11, 13 dan keris lurus dengan pamor yang beranekja ragam, seperti beras wutah (pamor yang tak disengaja muncul karena penempaan, berupa pusar yang menyambung), sekar pakis (berbentuk bunga pakis) dan sebagainya. Keris-keris dari luar Jawa yang disimpan antara lain rencong khas Aceh, mandau dari Kalimantan, keris-keris Madura dan Bali, serta keris dari Sulawesi.

Di ruangan koleksi tersebut, anda juga bisa melihat beragam tangkai keris tua yang didesain menarik. Terdapat tangkai keris yang berbentuk kepala manusia, manusia utuh, ular naga, singa dan sebagainya. Terdapat pula sejumlah pendok yang jumlahnya ratusan, terbagi dalam dua gaya yaitu Yogyakarta dan Solo. Tak seperti tangkai keris yang memiliki beragam desain, pendok keris memiliki bentuk yang relatif seragam.

Jumlah koleksi yang mencapai ribuan tentu akan menebus sulitnya menjangkau ruangan koleksi ini. Menurut penuturan petugas museum pada YogYES, seluruh keris yang ada di ruangan koleksi itu akan dipajang di ruangan pameran yang akan dibuat beberapa waktu ke depan. Mungkin saja saat berkunjung nanti, anda sudah dapat melihat seluruh koleksi tanpa ijin.
3. MUSIUM DIRGANTARA

Pesawat Terbang di Museum Dirgantara
Museum ini merupakan Museum Dirgantara terlengkap di Indonesia yang  menempati Area seluas lima hektar dengan luas bangunan sekitar 7.600 m2. Museum Dirgantara Mandala sejarahnya berasal dari penggabungan dua Museum yakni Museum Pusat AURI yang didirikan 1967 di Jakarta dan Museum Pendidikan atau Taruna yang sudah ada di komplek pendidikan AKABRI Bagian Udara Jogja. Pada 1977 keduanya kemudian digabungkan.

a. Ruang Utama
Di ruang ini di pajang  Beberapa foto Mantan Pimpinan TNI – AU , Antara lain: Laksamana Udara suryadi Pimpinan TNI – AU (Kepala stafmTRI AU tahun1946 – 1962), Laksamana Udara Omar Dani (Mentri Panglima Angkatan Udarta tahun 1962 – 1965), Laksamana Muda Udara Sri Muljono Herlambang (Menteri Panglima Angkatan Udara 1965 – 1966),
Laksamana Muda Udara Roesmin Nurjadin ( Menteri Panglima angkatan udara tahun 1966 – 1969, Marsekal TNI Suwoto Sukendar (Kepala Staf TNI Angkatan Udara tahun 1969 – 1973, Marsekal TNI Saleh Baasarah (Kepala Staf TNI Angkatan Udara Tahun 1973 – 1976). Selain foto-foto tersebut, diruang ini juga di pamerkan Lambang – Lambang dan Motto dari korps TNI-AU antara lain: Swa Bhuwana adalah lambang TNI angkatan Udara, yang artinya sayap Tanah Air, Pataka Komando Opearesi TNI AU (Koopsau), Dengan Motto: Abhibuti Antarikhse Artinya : keunggulan di udara adalah tujuan utama, Pataka Komando Panduan tempur Udara (Kopatdara) Dengan Motto : Nitya Smakta Maarwati SarwabayaArtinya : senantias siaga bertindak terhadap segala ancaman bahaya, Pataka komando pertahanan Udara (Kohadud) Dengan Motto nya Surakhsita Nabhastata
Artinya : Udara yang di pertahankan dengan baik
b. Ruang Kronologi I dan II , Di Ruang ini pengunjung bisa melihat diorama sejarah dan dokumen-dokumen semasa zaman Proklamasi Kemerdekaan, pembentukan AURI, Serangan Udara Pertama terhadap Semarang-Salatiga-Ambarawa, Operasi Penumpasan PKI Muso/Madiun, Operasi Lintas Udara, Pembentukan Skadron AURI tahun 1950, Penumpasan DI/TII-PRRI/Permesta-Trikora-Dwikora, Operasi Non Militer TNI AU, hingga Operasi Penumpasan sisa-sisa pemberontakan G30S/PKI.

c.Ruang Alutsista
di ruang ini kita dapat melihat peralatan tempur TNI-AU, antara lain : rudal antipesawat, senjata PSU (penangkis serangan udara) dan beberapa senapan yang dipakai oleh pasukan Indonesia yang melawan Belanda waktu itu. Beberapa pesawat, dirancang bisa dinaiki oleh pengungjung. Tentu saja secara statis, tidak diterbangkan. Jadi siapapun bisa langsung tahu keadaan di dalam pesawat, dan teknologi yang sudah ada saat itu. jenis Tu-16 yang terletak di pelataran museum. Ada juga pesawat PBY-5A Catalina dan UF 1 Albatros IR-0117. Catalina buatan AS masuk ke jajaran Skadron V Lanud Abdulrachman Saleh pada 1950. AURI mendapatkan delapan Catalina bekas pakai AU Hindia Belanda sebagai realisasi Konferensi Meja Bundar, 1949.

Sementara Albatros, pesawat amfibi angkut sedang buatan AS juga masuk ke dalam jajaran Skadron V Intai Laut AURI- Lanud Abdulrachman Saleh tahun 1955. AURI membeli sebanyak delapan pesawat dari AS, Selain, ketiga pesawat, di halaman masih ditempatkan rudal pertahanan udara jarak sedang SA-75 buatan Soviet alat ini sempat digunakan sebagai salah satu senjata untuk mempertahankan Ibu Kota.

D.RUANG DIORAMA
Diruang ini Terdapat beberapa Diorama Antara lain: Deorama penerbangan pertama pesawat merah putih, Diorama peristiwa 29 juli 1947, Diorama setelah penerbangan pertama, Diorama Trikora, Diorama Satelit (SKSD) Palapa.


Manfaat Kunjungan ke Museum bagi Guru dan Siswa

Bagi Guru manfaat yang bisa diperoleh dari kegiatan kunjungan ke Museum, adalah :

 (1) Menambah pengetahuan serta wawasan siswa, terutama berkaitan dengan benda koleksi pameran Museum; 
(2) Menumbuhkan daya kritis dan kreatifitas siswa, terutama dalam membuktikan fakta dan teori yang terdapat dalam buku pelajaran atau yang dijelaskan oleh guru di depan kelas; 
(3) Mendidik siswa untuk mampu mencari dan menemukan jawaban sendiri atas berbagai pertanyaan yang muncul berkaitan dengan materi pelajaran; 
(4) Mempermudah guru dalam memberikan penjelasan pada siswa, karena selain teori juga dilengkapi bukti yang berkaitan dengan materi pembelajaran yang disajikan; 
(5) Menghilangkan kejenuhan dan kebosanan siswa dalam belajar; 
(6) Membangkitkan semangat baru pada siswa dalam belajar, karena belajar tidak hanya dilakukan di dalam ruang kelas, melainkan juga di museum melalui kegiatan pengamatan benda koleksi pameran dan mempelajari informasi yang melengkapinya.

Bagi Siswa
, setelah kegiatan kunjungan ke Museum diharapkan mereka memperoleh manfaat sebagai berikut : 

(1)Dapat mengetahui peninggalan sejarah budaya bangsa melalui koleksi yang dipamerkan Museum; 
(2) Menambah wawasan dan pengetahuan, karena banyak dari peninggalan bersejarah umat manusia dan lingkungan yang tidak tercantum dalam buku terdapat di Museum dalam bentuk benda koleksi; 
(3) Mengenal perkembangan kebudayaan manusia dan lingkungan melalui benda-benda koleksi yang dipamerkan Museum; 
(4) Menjawab rasa ingin tahu, terutama berkaitan dengan peninggalan sejarah budaya bangsa serta alam dan lingkungan.

1 komentar:

angga mengatakan...

bagus semoga siswa bisa mengambil pengetahuan dari sejarah yang didapat saat kunjungan musium